Pengujian dalam Audit



PENGUJIAN DALAM AUDIT
Dalam mengembangkan rencana audit keseluruhan, auditor menggunakan lima jenis pengujian untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pengujian pengendalian dilakukan untuk mendukung pengurangan pengukuran risiko pengendalian, sementara auditor menggunakan prosedur analitis dan pengujian terperinci saldo untuk memenuhi risiko deteksi. Pengujian substantif transaksi memengaruhi risiko pengendalian maupun risiko deteksi yang direncanakan, karena mereka menguji efektivitas pengendalian internal serta jumlah nominal transaksi.

2.1 PENGUJIAN SUBSTANTIF
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pengujian substantif menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:
a.       Sifat pengujian
b.      Waktu pengujian
c.       Luas pengujian substantif

2.1.1 Prosedur Untuk Melaksanakan Pengujian Substantif
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif yaitu:
a.       Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas mereka.
b.      Pengamatan atau observasi terhadap personil dalam melaksanakan tugas mereka.
c.       Menginspeksi dokumen dan catatan.
d.      Melakukan penghitungan kembali
e.       Konfirmasi
f.        Analisis
g.      Tracing atau pengusutan
h.      Vouching atau penelusuran
2.1.2 Sifat Atau Jenis Pengujian Substantif
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:
a.       Pengujian rinci atau detail saldo
b.      Pengujian rinci atau detail transaksi
c.       Prosedur analitis
Pengujian Detail Saldo, metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
a.       Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
b.       Menetapkan risiko pengendalian
c.       Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis
d.      Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan.

Pengujian Detail Transaksi, pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
a.       Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
b.      Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
c.       Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan  buku pembantu.
Pengujian detail transaksi dilakukan dengan vouching dan tracing. Auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter.

Prosedur Analitis, prosedur analitis meliputi jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangkan auditor juga meliputi perhitungan rasio oleh auditor.
Ada emapt kegunaan prosedur analitis yaitu:
a.       Untuk memperoleh pemahaman mengenai bisnis dan industri klien.
  1. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya.
  2. Untuk mendeteksi ada tidaknya kesalahan dalam laporan keuangan klien.
  3. Untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan pengurangan atas pengujian audit detail.
2.1.3 Penentuan Saat Pelaksanaan Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima mempengaruhi penentuan waktu pelaksanaan pengujian substantif. Jika risiko deteksi rendah maka pengujian substantif lebih baik dilaksanakan pada atau dekat dengan tanggal neraca.

2.1.4 Luas Pengujian Substantif
Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima, semakin banyak bukti yang harus dikumpulkan, auditor dapat mengubah jumlah bukti yang harus dihimpun dengan cara mengubah luas pengujian subtantif yang dilakukan.
Keputusan auditor tentang rancangan pengujian substantif didokumentasikan dalam kertas kerja dalam bentuk program audit

2.2 PENGUJIAN PENGENDALIAN
Pengujian pengendalian merupakan pengujian yang dilaksanakan terhadap rancangan pelaksanaan suatu kebijakan atau prosedur struktur pengendalian internal. Pengujian pengendalian ini, dilaksanakan auditor untuk menilai efektifitas kebijakan atau prosedur pengendalian untuk mendeteksi dan mencegah salah saji  materil dalam suatu asersi laporan keuangan.
Pengujian pengendalian memfokuskan diri pada tiga hal yaitu:
a.       Bagaimana pengendalian diterapkan?
b.      Sudahkah diterapkan secara konsisten sepanjang tahun?
c.       Siapa yang menerapkan pengujian pengendalian?

2.2.1Tipe Pengujian Pengendalian
Ada dua tipe pengujian pengendalian yaitu:
a.       Concurrent test of control yaitu pengujian pengendalian yang dilaksanakan auditor seiring dengan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai SPI klien.
b.      Pengujian pengendalian tambahan atau yang direncanakan yaitu pengujian yang dilaksanakan auditor selama pekerjaan lapangan.

2.2.2 Merancang Pengujian Pengendalian
            Pengujian pengendalian yang dirancang untuk mengevaluasi efektifitas operasi dari suatu pengendalain berkaitan dengan bagaimana pengendalian diterapkan, konsistensi ketika pengendalian diterapkan selama periode, dan oleh siapa pengendalian diterapkan. Prosedur untuk pengujian yang digunakan sebagai pendukung pelaksanaan kebijakan dan prosedur yang berkenaan dengan pengendalian adalah sebagai berikut:
a.       Tanya jawab dengan pegawai
Tanya jawab sudah merupakan bahan bukti yang pantas. Misal, Auditor memutuskan bahwa orang yang tidak terotorisasi tidak di ijinkan mempnya akses terhadap berkas computer dengan tanya jawab dengan orang yang mengawasi perpustakaan Komputer.
b.      Pemerikasaan dokumen, catatan, dan laporan
Kegiatan dan perosedur yang berkaitan dengan pengendalian memberikan bahan bukti documenter yang jelas. Misal transaksi penjualan akan meninggalkan jejak dokumen berupa faktur penjualan dan dokumen pengiriman. Auditor memeriksa dokumen untuk meyakinkan bahwa proses telah selesai dan ditandingkan dengan pantas dan bahwa terhadap tandatangan atau inisial yang diperlukan.
c.       Pengematan aktivitas berkenaan dengan pengendalian
Jenis aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian lainnay tidak meninggalkan jejak bahan bukti. Misalnya pemisahan tugas tidak menghasilkan dokumentasi sebagai pelaksanaanya.
d.      Pelaksanaan ulang prosedur klien
Terhadap aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian yang mempunyai dokumen dan catatan, tetapi isinya tidak mencukupi untuk kepentingan auditor dalam menetapkan apakah pegendalian berjalan dengan efektif. Misalnya, aktivitas verifikasi oleh pegawai klien atas hargapada faktur penjualan dan daftar harga yang sudah ditetapkan. Auditor akan melaksanakan kembali prosedur dengan menelusuri harga jual kedaftar harga pada tanggal transaksi, jika tidak ditemukannya adanya salah saji, Auditor dapat menyimpulkan bahwa prosedur berjalan seperti yang diinginkan.

2.2.3 Lingkup Pengujian Pengendalian
Luas pengujian pengendalian dipengaruhi langsung oleh tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan yang telah direncanakan oleh auditor. Semakin rendah tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin banyak bukti yang diperlukan yang harus dihimpun.
Untuk klien lama, luas atau lingkup pengujian pengendalian dipengaruhi juga oleh penggunaan bukti yang diperoleh pada pelaksanaan audit tahun sebelumnya. Sebelum menggunakan bukti yang diperoleh pada pelaksanaan audit tahun sebelumnya, auditor harus memastikan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan atas rancangan dan operasi berbagai kebijakan dan prosedur pengendalian sejak pengujian pada pelaksanaan audit tahun sebelumnya.

2.2.4 Penentuan Saat Pelaksanaan Pengujian Pengendalian
Pengujian pengendalian dapat dilaksanakan pada dua saat, yaitu:
a.       Selama pekerjaan interim
b.       Pada saat mendekati akhir tahun
Auditor semestinya lebih mengutamakan pengujian pengendalian  mendekati akhir tahun. Idealnya, pengujian pengendalian dilaksanakan pada keseluruhan periode tahun pembukuan yang diaudit.

2.2.5 Penentuan Risiko Pengendalian
Dalam menentukan risiko pengendalian, auditor perlu:
a.       Mengidentifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi untuk asersi tersebut.
b.       Menidentifikasi pengendalian yang dapat mencegah atau mendeteksi salah saji.
c.       Menghimpun bukti dari pengujian pengendalian apakah rancangan dan operasi pengendalian relevan adalah efektif.
d.      Mengevaluasi bukti yang diperoleh
e.       Menentukan risiko pengendalian.

2.3 PENGUJIAN ANALITIKAL
Menurut PSA 22 (SA 329) prosedur analitis didefinisikan sebagai “evaluasi atas informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data keuangan dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.” Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitis dapat dilakukan dalam tiga kesempatan selama penugasan audit berlangsung yakni saat perencanaan, pengujian dan penyelesaian audit.
Prosedur analitis pada tahap perencanaan bertujuan:
a.       Memahami kegiatan entitas yang diaudit
Umumnya auditor mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman tentang auditan yang diperoleh di tahun sebelumnya sebagai titik tolak perencanaan audit tahun berjalan. Dengan melakukan prosedur analitis, perubahan yang terjadi dapat diamati dari perbandingan informasi tahun berjalan (yang belum diaudit) dengan informasi tahun sebelumnya yang telah diaudit. Perubahan tersebut dapat mencerminkan kecenderungan yang penting atau kejadian spesifik. Contohnya menurunnya persentase marjin kotor selama beberapa waktu dapat mengindikasikan inefisiensi kinerja perusahaan.
b.      Menunjukkan kemungkinan salah saji
Perbedaan yang tidak diharapkan (fluktuasi yang tidak biasa) antara data keuangan tahun berjalan yang belum diaudit dengan data keuangan yang dijadikan pembanding dapat mengindikasikan adanya salah saji atau ketidakberesan akuntansi. Fluktuasi yang tidak biasa terjadi jika diperkirakan tidak ada perbedaan tetapi kenyataannya terjadi perbedaan, atau bila diperkirakan terjadi perbedaan, yang ternyata tidak terjadi. Aspek prosedur analitis ini sering disebut “arahan perhatian” karena prosedur ini menghasilkan prosedur yang lebih rinci dalam bidang audit khusus di mana terdapat kemungkinan ditemukannya salah saji.
c.       Mengurangi pengujian terinci
Jika prosedur analitis tidak mengungkapkan fluktuasi yang tidak biasa, maka implikasinya adalah adanya kemungkinan salah saji material telah diminimalisasikan. Dengan kata lain, pos tersebut tidak memerlukan pengujian rinci, prosedur audit tertentu dapat dihilangkan, sampel dapat dikurangi, atau pelaksanaan prosedur audit pada pos tersebut dapat dilaksanakan sesudah tanggal neraca. Prosedur analitis lebih sering digunakan pada audit keuangan karena data keuangan yang menjadi analisis dalam audit keuangan memiliki hubungan dan kecenderungan antar berbagai data dari berbagai akun-akun pencatatan. Walaupun demikian, prosedur analitis juga dapat digunakan pada audit-audit lain terutama bila data yang digunakan adalah data-data kuantitatif. Kecenderungan (trend) tingkat kematian bayi, misalnya, dapat digunakan dalam prosedur analitis pemeriksaan kinerja efektivitas Program Imunisasi Nasional.
Auditor umumnya melakukan beberapa langkah berikut untuk mencapai tujuan-tujuan prosedur analitis awal, yaitu:
a.       Membandingkan angka-angka pada tahun berjalan dengan angka-angka pada tahun lalu, baik data keuangan maupun data kuantitatif nonkeuangan.
b.      Mengidentifikasi fluktuasi-fluktuasi atau kecenderungan-kecenderungan yang tidak biasa.
c.       Mengevaluasi kemungkinan faktor-faktor penyebab terjadinya fluktuasi-fluktuasi.
Prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah. Perhatian harus diberikan pada bagaimana prosedur analitis dapat membantu pencapaian risiko deteksi yang dapat diterima sebelum memilih pengujian terinci. Pada saat hasil prosedur analitis sesuai dengan yang diharapkan dan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima tinggi, maka tidak perlu dilakukan pengujian terinci.
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan-hubungan (korelasi) untuk memperkirakan apakah saldo akun atau data yang lain telah disajikan dengan layak. Contoh dari prosedur analitis adalah membandingkan persentase gross margin pada tahun ini dengan tahun yang lalu. Prosedur analitis digunakan secara luas dalam praktik dan kegunaanya meningkat sejak adanya komputer yang membantu melakukan penghitungan-penghitungan ini.
Dalam audit atas laporan keuangan, Prosedur analitis menjadi bukti audit yang sangat penting karena dilakukan pada 3 (tiga) tahapan audit yaitu pada waktu perencanaan, pengujian substantif dan pada waktu penyelesaian audit.
Menurut Arens dan Loebbecke, tujuan dari prosedur analitis dalam audit atas laporan keuangan adalah:
a.       Memahami sifat industri dan usaha auditan.
Auditor harus mendapatkan pengetahuan mengenai sifat industri dan usaha auditan sebagai bagian dari perencanaan audit. Dengan melaksanakan prosedur analitis di mana informasi laporan keuangan yang belum diaudit dibandingkan dengan informasi laporan keuangan tahun lalu yang telah diaudit, perubahan yang terjadi dapat teridentifikasi. Perubahan-perubahan ini dapat mewakili kecenderungan-kecenderungan yang penting atau kejadian-kejadian tertentu dimana semuanya akan mempengaruhi perencanaan audit. Sebagai contoh penambahan saldo dari aktiva tetap mungkin mengindikasikan perolehan signifikan yang harus diperiksa.
b.      Memperkirakan kemampuan auditan untuk melanjutkan usahanya (going concern)
Prosedur analitis berguna sebagai indikasi jikalau auditan sedang mengalami masalah keuangan. Beberapa prosedur analitis akan sangat membantu auditor dalam memperkirakan kemungkinan kegagalan keuangan. Sebagai contoh jika terjadi kombinasi antara perbandingan di atas normal dari hutang jangka panjang dengan kekayaan bersih dan perbandingan di bawah rata-rata dari penghasilan dengan total aktiva, maka risiko kegagalan keuangan yang tinggi mungkin terindikasi. Hal ini bukan hanya mempengaruhi perencanaan audit, tetapi mempengaruhi modifikasi laporan audit jika prosedur analitis ini dilakukan pada tahap penyelesaian.
c.       Mengindikasikan terjadinya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan.
Perbedaan yang signifikan antara data keuangan yang belum diaudit dengan data lain yang digunakan sebagai pembanding, sering disebut fluktuasi yang tidak biasa (unusual fluctuations). Fluktuasi yang tidak biasa terjadi ketika perbedaan signifikan yang seharusnya tidak muncul tetapi ada dalam laporan keuangan, atau perbedaan yang seharusnya muncul tetapi tidak ada. Pada dua kasus ini, satu alasan yang mungkin untuk fluktuasi yang tidak biasa ini adalah kesalahan pencatatan akuntansi. Karena itu apabila fluktuasi yang tidak biasa ini terjadi dalam jumlah besar, auditor harus menemukan alasan sehingga mendapatkan keyakinan bahwa penyebabnya adalah kejadian ekonomi yang valid dan bukan karena adanya salah saji.
d.      Mengurangi pengujian terinci.
Ketika prosedur analitis tidak mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, maka kemungkinan adanya salah saji yang material telah berkurang. Dalam kasus ini, prosedur analitis adalah bagian dari bukti substantif yang mendukung penyajian secara layak atas akun-akun yang berkaitan, dan memungkinkan untuk melaksanakan pengujian terinci yang lebih sedikit atas akun-akun tersebut. Dengan kata lain beberapa prosedur audit tertentu dapat dihapuskan, jumlah sampel dapat dikurangi, atau waktu pelaksanaan prosedur audit ini dapat dipindahkan lebih jauh dari tanggal neraca.
Lebih lanjut Konrath menjelaskan bahwa jenis-jenis penerapan prosedur analitis antara lain adalah:
a.       Analisis Horizontal (trend analysis)
Analisis kecenderungan mensyaratkan auditor untuk memeriksa perubahan-perubahan dalam data sepanjang waktu. Premis yang mendasari analisa ini adalah bahwa kecenderungan di masa lalu mungkin diharapkan berlanjut di masa yang akan datang kecuali terjadi perubahan- perubahan keadaan yang material. Sebagai contoh, auditor dapat mengamati perubahan dalam belanja dan pendapatan selama periode tertentu atau mungkin mengamati perubahan dalam bentuk hubungan-hubungan. Contoh analisis kecenderungan yang lain adalah penerapan analisis regresi untuk memprediksikan komponen belanja dan pendapatan berdasarkan hubungan-hubungan yang diamati.
Aplikasi dari analisis kecenderungan adalah dengan membandingkan unsur-unsur utama dalam laporan keuangan yang diaudit dengan laporan keuangan tahun sebelumnya dan menyelidiki perubahan yang signifikan. Contoh yang lain dari analisis kecenderungan adalah auditor membandingkan sumber-sumber pendapatan dan belanja dan menyelidiki sumber-sumber baru atau sumber-sumber lama yang dihapuskan.
b.      Analisis vertikal (Common-size analysis)
Laporan keuangan dengan ukuran yang biasa menyajikan semua unsur laporan keuangan dalam bentuk persentase terhadap sebuah dasar yang biasa (common base). Sebagai contoh dalam laporan keuangan semua aktiva dapat disajikan dalam persentase terhadap total aktiva. Contoh analisis vertical adalah setelah menyusun beberapa paket laporan keuangan dengan ukuran yang biasa, auditor mencoba menyusun perkiraan auditor dengan menganalisa hubungan-hubungan antar data dalam periode audit. Contoh yang lain dari analisis vertikal adalah auditor dapat memeriksa laporan kinerja dan menyelidiki varian yang signifikan dari anggaran.
c.       Analisis Rasio (Ratio Analysis)
Analisis rasio membandingkan hubungan-hubungan antara saldo akun. Meskipun analisa ini lebih berguna ketika membandingkan auditan dengan organisasi lain, auditor harus juga mengamati perubahan dalam rasio untuk suatu kurun waktu tertentu. Berkaitan dengan jenis-jenis penerapan prosedur analitis, Arens dan Loebbecke mengemukakan bahwa prosedur analitis terdiri dari 5 (lima) jenis yaitu:
·         Membandingkan data auditan dengan data industri di mana auditan beroperasi;
·         Membandingkan data auditan dengan data periode laporan yang sama;
·         Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan auditan;
·         Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan auditor; dan
·         Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan, dengan menggunakan data nonkeuangan.
Prosedur analitis mencakup perbandingan-perbandingan dari jumlah-jumlah yang dicatat dengan jumlah yang diharapkan yang disusun oleh auditor. Biasanya juga prosedur analitis mencakup perhitungan rasio-rasio oleh auditor untuk membandingkan dengan rasio tahun lalu dan data lain yang berhubungan. Dua tujuan utama prosedur analitis yang dilakukan pada tahap pelaksanaan audit atas saldo akun adalah (1) mengindikasikan kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan dan (2) mengurangi pengujian terinci atas saldo. Ada perbedaan mendasar dalam prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap perencanaan dan prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap pengujian. Pada tahap perencanaan, auditor mungkin menghitung rasio dengan menggunakan data interim. Sedangkan pada tahap pengujian saldo akhir, auditor akan menghitung kembali rasio itu dengan menggunakan data setahun penuh. Jika auditor percaya bahwa prosedur analitis yang dilakukan mengindikasikan kemungkinan terjadinya salah saji, maka prosedur analitis tambahan dapat dilakukan atau auditor memutuskan untuk memodifikasi pengujian terinci atas saldo. Ketika auditor menyusun jumlah-jumlah yang diharapkan dengan menggunakan prosedur analitis dan menyimpulkan bahwa saldo akhir akun-akun tertentu dalam laporan keuangan auditan dapat diterima (reasonable), beberapa pengujian terinci atas saldo dapat dihapuskan atau jumlah sampel dikurangi. Standar auditing menyatakan bahwa prosedur analitis dapat digunakan sebagai pengujian substantif. Karena prosedur analitis relatif lebih murah bila dibandingkan dengan pengujian-pengujian lainnya, banyak auditor melakukan prosedur analitis yang luas dalam setiap audit.
Seperti dinyatakan di bagian sebelumnya, prosedur analitis dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yang berbeda dalam audit yaitu: (1) tahap perencanaan untuk membantu auditor memahami usaha auditan dan menentukan bukti lain yang diperlukan untuk memenuhi risiko audit yang dapat diterima; (2) selama pelaksanaan audit secara khusus selama pengujian substantif; (3) pada akhir audit sebagai pengujian kelayakan yang terakhir. Prosedur analitis yang dilakukan selama pengujian substantif lebih terfokus dan lebih luas daripada yang dilakukan di tahap lainnya. Prosedur analitis yang menggunakan saldo bulanan akan lebih efektif dalam melacak salah saji daripada prosedur analitis yang menggunakan saldo tahunan, dan perbandingan antara perusahaan yang sama jenis usahanya akan lebih efektif daripada perbandingan dengan seluruh perusahaan (companywide). Ketika auditor berencana untuk menggunakan prosedur analitis sebagai bagian dari pengujian substantif untuk mendapatkan keyakinan, adalah hal yang penting bahwa data yang digunakan dalam perhitungan adalah data yang cukup dan dapat diandalkan.

MEMILIH JENIS PENGUJIAN YANG TEPAT UNTUK DILAKUKAN
Biasanya, auditor menggunakan kelima jenis pengujian ketika melakukan audit atas laporan keuangan, namun beberapa jenis pengujian mendapatkan penekanan yang lebih dibandingkan dengan yang lain, bergantung pada kondisi. Ingat kembali bahwa prosedur analitis diharuskan dalam semua audit untuk menilai resiko salah saji majerial sementara keempat jenis pengujian lainnya dilakukan untuk menghadapi resiko yangteridentifikasi untuk memberikan dasar bagi opini auditor. Perlu dicatat  bahwa hanya prosedur penilaian resiko, khususnya  prosedur untuk mendapatkan pemahaman pengendalian, dan pengujian pengendalian digunakan dalam audit pengendalian internal laporan keuangan.

            Beberapa faktor yang memengaruhi pilihan auditor terhadap jenis pengujian yang dipilih, termasuk untuk kesediian kedelapan bukti audit, biaya relatif untuk setiap pengujian, efektifitas pengendalian internal serta risiko bawaan. Hanya dua faktor pertama yang akan dibahas lebih lanjut karena dua sisanya telah dibahas pada bab-bab sebelumnya.

Ketersediaan jenis bukti prosedur audit lanjutan.
Masing-masing dari empat jenis prosedur audit lanjutan hanya melibatkan beberapa jenis nukti audit (konfirmasi, dokumentasi dan seterusnya ). Tabel 11.2 mengikhtisarkan hubungan antara prosedur audit lanjutan dengan jenis bukti audit.  Kita dapat melakukan beberapa pengamatan berikut mengenai tabel tersebut
1.      Makin banyak jenis audit, yang jumlah totalnya adalah enam, digunakan untuk menguji peperincian saldo di bandingkan untuk setiap jenis pengujian lainnya.
2.      Hanya pengujian terperinci saldo yang melibatkan pemeriksaan fisik dan konfirmasi.
3.      Tanya jawab dengan klien dilakukan untuk setiap jenis pengujian.
4.      Dokumentasi digunakan disetiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis, dengans atu pengecualin. Ketika auditor memeriksa dokumentasi sebagai bagian dari penelusuran atas transaksi untuk mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal, auditor sering kali “mengerjakan ulang” pengendalian untuk meyakinkan bahwa pengendalian telah diterapkan.
5.      Perhitungan ulang digunakan untuk memverifikasi akurasi matematis atas transaksi ketika melakukan pengujian subtantif transaksi dan saldo akun ketikan melakukan pengujian atas perincian saldo.

Biaya-biaya Relatif
Ketika auditor harus memutuskan jenis pengujian apakah yang harus dipilih untuk mendapatkan bukti yang tepat, biaya bukti tersebut penting untuk dipertimbangkan. Jenis-jenis pengjian yang disusun dalam daftar berikut berdasarkan urutan biaya yang terendah ke yang tertinggi.
1.      Prosedur analitis
2.      Prosedur penilaian resiko, termasuk prosedur untuk mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal.
3.      Pengujian pengendalian
4.      Pengujian subtantif transaksi
5.      Pengujian terperinci saldo

Prosedur analitis memakan biaya yang paling rendah karena relatif lebih mudah untuk membuat perhitungan dan perbandingan-perbandingan. Sering kali, informasi yang penting mengenai kemungkinan salah saji dapat diperoleh hanya dengan membandingkan dua atau tiga angka.

Prosedur penilaian risiko, termasuk prosedur untuk mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal, tidak semahal pengujian audit lainnnya karena auditor dapat denagn mudah melakukan tanya jawab dan pengamatan serta melakukan perencanaan prosedur analisis. Juga, pengujian terhadap sesuatu  seperti dokumen yang mengikhtisarkan kegiatan operasi bisnis dan manajemen klien serta struktur tata kelolanya relatif lebih mudah dibandingkan dengan pengujian audit lainnya.
Karena pengujian pengendalian juga melibatkan tanya jawab, pengamatan dan pemeriksaaan, biaya relatifnya juag rendah dibandingkan dengan pengujian subtantif. Namun demikian, pengujian pengendalian juga lebih mahal dibandingkan dengan prosedur penilaian resiko karena lebih luas dari pada pengujian yang diharuskan untuk mendapatkan bukti bahwa pengendalian telah berjalan dengan efektif, khususnya ketika pengujian pnegendalian internal tersebut melibatkan pengerjaan ulang. Seringkali auditor dapat melakukan sejumlah besar pengujian pengendalian dengan cepat menggunakan perangkat lunak audit. Perangkat lunak semacam itu dapat menguji pengendalian dalam sistem akuntasni komputerisasi yang secara otomatis mengesahkan penjualan kepada pelanggan yang ada dengan membandingkan jumlah penjualan yang diminta dan saldo piutang dagang yang ada dengan  batas kredit pelanggan.

Pengujian subtantif transaksi lebih mahal dibandingkan dengan pengujian pengendalian yang tidak melibatkan pengerjaan ulang, karena yang sebelumnya sering kali melibatkan perhitungan ulang dan penelusuran. Namun, dalam lingkungan yang terkomputerisasi, auditor sering kali dapat melakukan pengujian subtantif transaksi dengan cepat untuk suatu sampel transaksi yang besar.

Pengujian terperinci saldo hampir selalu lebih mahal di bandingkan dengan jenis prosedur lainnya karena biaya prosedur seperti pengiriman konfirmasi dan perhitungan persediaan. Karena biaya yang tinggi untuk menguji perincian saldo, auditor biasanya mencoba untuk membuat perencanaan audit dengan meminimalkan penggunaan kedua prosedur tersebut.

Biasanya, biaya untuik setiap jenis bukti berbeda dalam situasi yang berbeda. Sebagai contoh, biaya yang dikeluarkan auditor untuk menguji perhitungan persediaan (pengujian subtantif perincian saldo persediaan) sering kali bergantung pada jenis dan jumlah rupiah persediaan tersebut, lokasinya, serta banyaknya jenis-jenis persediaan.

Hubungan pengujian pengendalian dengan pengujian subtantif.
Untuk memahami pengujian pengendalian dan pengujian subtantif dengan lebih baik, mari kita pelajari perbedaan keduanya. Suatu pengecualian  dalam pengujian pengendalian hanya mengindentifikasikan kemingkinan salah saji memengaruhi nilai rupiah dari laporan keuangan,  sedangkan suatu pengecualian dalam pengujian  subtantif transaksi atau pengujian terperinci saldo merupakan suatu salah saji dalam laporan keuangan. Pengecualian dalam pengujian  pengendalian dinamakan deviasi ujin pengendalian.
Tiga tingkat kekurangan pengendalian : kekurangan, signnifikan dan kelemahan material. Auditor sangat mungkin meyakini salah saji rupiah yang material terjadi  dalam laporan keuangan ketika deviasi uji pengendalian dianggap sebagai kekurangan signifikan atau kelemahan material. Sehingga, selanjutnya auditor harus melakukan pengujian subtantif transaksi atau pengujian terperinci saldo untuk menentukan apakah salah saji rupiah yang material telah terjadi.
Anggaplah pengendalian klien mengharuskan seorang petugas independen  untuk memverifikasi kuantitas, harga, dan penjumlahan dari setiap faktur penjualan, yang mana setelahnya petugas tersebut harus menuliskan inisial dalam salinan faktur penjaualan untuk menandai verifikasi telah dilakukan. Salah satu prosedur pengujian pengendalian yang dilakukan adalah untuk memeriksa sebuah sampel salinan faktur penjualan untuk inisial orang yang memverifikasi informasi tersebut. jika tidak ada inisial pada sejumlah besar dokumen, maka auditor harus mempertimbangkan dampaknya terhadap audit pengendalian internal laporan keuangan dan menindaklanjutinya dengan melakukan pengujian subtantif untuk audit laporan keuangan. Hal itu dapat dilakukan dengan memperluas pengujian salinan faktur penjualan untuk memasukkan harga, penjumlahan dan jumlah total (pengujian subtantif transaksi) atau dengan menambah ukuran sampel untuk konfirmasi saldo akun piutang dagang (pengujian subtantif perincian saldo). Meskipun pengendalian tidak berjalan dengan efektif, faktor tersebut mungkin tetap benar, khususnya jika orang yang awalnya meyiapkan faktur penjualan tersebut telah melakukan pekerjaan dengan hati-hati dan kompeten.
        Di sisi lain, jika tidak ada dokumen, atau hanya beberapa dokumen yang tidak memiliki inisial, maka pengendalian akan dianggap efektif sehingga auditor dapat mengurangu pengujian subtantif transaksi dan pengujian terperinci saldo.namun, beberapa pengerjaan ulang dan perhitungan ulang pengujian subtantif tetap diperlukan untuk memberikan keyakinan bahwa petugas yang melakukkan verifikasi tidak menuliskan inisial dalam dokumen tanpa benar-benar melakukan prosedur pengendalain atau melakukkannya dengan asal-asalan.
Karena kebutuhan untuk menyelesaikan  beberapa pengujian pengerjaan ulang dan perhitungan ulang, banyak auditor yang melakukannnya sebagai bagian dari  pengujian atas pengendalian awal. Auditor-auditor lainnya akan menunggu hingga mereka mengetahui hasil dari pengujian pengendalian dan kemudian menentukan ukuran sampel total yang di perlukan.
Hubungan prosedur analitis dan pengujian subtantif
Seperti halnya pengujian pengendalian, prosedur analitis hanya mengindikasikan kemungkinan salah saji yang berpengaruh pada nilai rupiah laporan keuangan. Fluktuasi yang tidak biasa dalam hubungan sebuah akun dengan akun lainnya, atau denagn informasi non keuangan, dapat mengindikasikan adanya peningkatan kemungkinan terjadinya salah saji tanpa perlu membuktikan bukti langsung atas saji material tersebut. ketika prosedur analitis tersebut mengindentifikasikan fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus melakukkan pengujian subtantif transaksi atau pengujian terperinci  saldo untuk menentukan apakah salah saji rupiah benar-benar telah terjadi. Jika auditor melakukan prosedur analitis subtantif dan meyakini bahwa kemungkinan terjandinya salah saji itu kecil, pengujian subtantif lainnya dapat dikurangi. Untuk akun-akun dengan saldo yang kecil, seperti misalnya akun perlengkapan dan akun-akun beban dibayar dimuka, auditor sering kali membatasi pengujian mereka hanya sapai ke prosedur analitis.
Dilema antara pengujian pengendalian  dan pengujian subtantif
Terdapat dilema antara pengujian pengendalian dengan pengujian subtantif. Selama perencanaan, auditor harus memutuskan apakah akan menilai resiko pengendalian dibawah maksimum. Jika mereka melakukannya, mereka kemudian harus melakukan pengujian pengendalian untuk menentukan tingkat resiko  pengendalian yang dinilai tersebut dapat dibenarkan (mereka harus selalu melakukan pengujian pengendalian dalam suatu audit pemgendalian internal laporan keuangan). Jika pengujian pengendalian mendukung penilaian resiko pengendalian, resiko deteksi yang  direncanakan dalam model resiko audit meningkat, sehingga pengujian direncanakan dapat dikurangi. Adanya  yang menunjukkan hubungan antara pengujian subtantif dan pengukuran resiko pengendalian (termasuk pengujian pengendalian) Pada beberapa tingkat efektifitas pengendalian internal yang berbeda.
Bagian yang berwarna pada figur 11-3  merupakan keyakinan maksimum yang didapatkan dari penilaian resiko penegndalian dan pengujian pengendalian. Pada setiap titip di sebelah kiri titik A resiko pengendalian yang diukur adalah 1,0 karena auditor awalnya menilai pengendalain internalnya efektif berdasarkan pada pelaksaan prosedur penilaian resiko. Setiap titik disebelah kanan titik B , meghasilkan tidak adanya pengurangan dalam resiko pengendalian karena KAP telah menetapkanm penilaian resiko pengendalain yang minimum.Perhatikan pada figur 11-3, tanpa melihat tingkat keyakinan audit yang didapatkan dari pengukuran resiko pengendalian dan pengujian pengendalian, audit atas laporan keuangan selalu mengharuskan dilakukannya beberapa prosedur subtantif.karena audit laporan keuangan  dan audit pengendalian internal laporan keuangan harus diintegrasikan, audit terhadap perusahaan-perusahaan publik kemungkinan akan diwakili oleh titik B.
Pemahaman auditor tehadap penegndalian internal dilakukan sebagai suatu bagian dari prosedur pengukuran resiko yang memberikan dasar bagi penialaian awal auditor terhadap pengendalian internal klien. Mengasumsikan bahwa auditor memutuskan bahwa rancangan pengendalian internal telah efektif dan pengendalian telah diterapakan, auditor memilih suatu titik pada bagian yang berwarna di figur 11-3 yang konsisten dengan penialian resiko  pengendalian yang diputuskan auditor untuk mendukung pengujian pengendalian. Anggaplah auditor beranggapan bahwa efektifitas pengendalian internal klien berada dititik c. Pengujian pengendalian di tingkat C1 akan meluas untuk mendukung penilaian resiko pengendalian yang rendah. Auditor kemudian mungkin memutuskan melalui pelaksanaan pengujian pengendalain bahwa penilaian resiko pengendalian awal yang rendah dititik c tidak didukung dan bahwa  pengendalian internal tidak berjalan dengan efektif. Sehingga auditor kemudian merivisi penilaian  resiko pengendalian menjadi maksimum(dititik C3) dan keyakinan audit dapat didapatkan melalui pengujian subtantif. Disetiap titik diantara keduanya, seperti C2, nerupakan situasi dimana keyakinan audit yang didapatkan dari pengujian pengendalian kurang dari tingkat maksimum keyakinan yang digambarkan dititik C1. Jika C2 dipilih, keyakinan audit dari pengujian pengendalian adalah C3-C2 dan dari pengujian subtantif adalah C-C2. Auditor kemungkinan akan memilih C1, C2 atau C3 berdasarkan biaya relatif pengujian pengendalian dan pengujian subtantif.
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP PENGUJIAN AUDIT
PSA 07 (SA 326) dan PSA (SA 319) memberikan panduan bagi auditor dari entitas-entintas yang menyebarkan, memproses dan menyimpan atau mengakses informasi penting secara elektronik. Bukti pelaksanaan pengendalian otomatis, seperti perbandingan komputer atas permintaan penjualan dengan batas kredit pelanggan, juga dapat berupa format elektronik.

Standar audit mengakui bahwa ketika sejumlah besar bukti audit muncul dalam bentuk elektronik, akan tidak praktis atau tidak mungkin untuk engurangi risiko deteksi hingga ke tingkat yang dapat diterima dengan hanya melakukan pengujian substantif. Meskipun beberapa pengujian substantif masih dibutuhkan, auditor dapat secara signifikan mengurangi pengujian substantif jika hasil pengujian pengendalian mendukung efektivitas pengendalian. Dalam audit atas suatu perusahaan publik, pengendalian yang dilakukan oleh komputer (yang disebut dengan pengendalian otomatis) harus diuji jika auditor menganggapnya sebagai pengendalian kunci untuk mengurangi kemungkinan salah saji material dalam laporan keuangan.

Karena konsistensi bawaan dalam pemrosesan yang berdasarkan teknologi informasi, auditor mungkin dapat mengurangi pengujian pengendalian otomatis. Sebagai contoh, pengendalian yang berbasis perangkat lunak hampir dipastikan berfungsi secara konsisten kecuali jika programnya diubah. Jika auditor memutuskan bahwa pengendalian otomatis berjalan dengan tepat, auditor dapat memfokuskan pada pengujian selanjutnya untuk menilai apakah setiap perubahan yang terjadi akan membatasi efektivitas pengendalian.Pendekatan ini dapat mengakibatkan efisiensi audit yang signifikan ketika auditor memutuskan bahwa pengendalian otomatis yang diuji di periode audit sebelumnya belum berubah dan terus menjadi pengendalian yang efektif. Jika keberadaan pengendalian umum yang efektif akan menyebabkan efisiensi audit yang signifikan, standart 2 PCAOB mengharuskan auditor perusahaan publik untuk menguji pengendalian setiap tahun.

Untuk menguji pengendalian otomatis atau data, auditor mungkin memerlukan teknik audit yang dibantu oleh komputer atau menggunakan laporan yang dihasilkan oleh teknologi untuk meenguji efektivitas pengendalian umum teknologi informasi seperti pengendalian untuk perubahan program-program dan pengendalian atas akses. Ketika auditor meguji pengendalian manual yang berdasarkan pada laporan yang dihasilkan oleh teknologi informasi, auditor harus mempertimbangkan baik efektivitas hasil penelahaahan manajemen maupun pengendalian terhadap akurasi informasi dalam laporan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materialitas dan Bukti Audit

Pembelajaran merarik dari anime Kuzu no Honkai (Scum's Wish)